Monday, November 26, 2012

Nyerobot Lalu Lintas

1
Monday, November 26, 2012
Oleh: Neng Lilis Mayasari | 25 November 2012.

Tulisan Cerita/ kisah refleksi ini ku temukan di arsip email lamaku yang pernah di posting di website lamaku dulu kala tahun 2008 (tepatnya tanggal 17 Februari) yang kudapat dari seseorang waktu itu yang sudi menyumbangkannya untuk blog lamaku tersebut, rasanya sangat pantaas tulisan ini ku posting lagi disini….selamat membaca.
kids_signSeorang pengendara mobil melawati jalanan yang tidak begitu ramai. Di depannya ada perempatan dengan lampu pengatur lalau lintas yang masih menyala hijau. Pengendara itu menginjak gas lebih dalam dengan perasaan berdebar. ‘Dapaat nggak-dapat nggak’, itulah kira kira yang ada dalam benaknya. ‘Ah, biasanya lampu hijaunya menyala cukup lama kok’, dia menekan gas lebih dalam lagi. Tiba-tiba lampu kuning menyala yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa verbal maka artinya adalah : Beberapa saat lagi lampu merah akan menyala, maka kurangilah kecepatan untuk segera berhenti!
Tapi kejadiannya tidak seperti yang diperintahkan oleh lampu pengatur lalu lintas itu. Bob, katakanlah nama pengemudi itu seperti itu, malah tancap gas lebih kencang lagi dengan alasan ‘Aku kan tidak punya kesempatan berhenti dengan jarak yang tinggal 10 meteran lagi!’. Dan tiba-tiba, “Priiiit!!!!” dia di semprit polisi!
Bob menghentikan mobilnya di bahu jalan, dengan mengeluh “Oh my….” katanya lalau melihat ke kaca spion. “Tapi sebentar, bukankah itu Jm temanku ketika SMA dulu?” Harapan kembali terbit di hatinya.
Segera saja dia membuka pintu lalu berdiri dengan senyum mengembang. “Hai Jim apa kabar?” katanya menyapa dengan sangat bersahabat.
“Hai Bob, bisa tunjukkan SIM?”
“Oh plisss, salahku apa?”
“Kamu telah melanggar lampu lalu lintas, apa kamu tidak merasa?”
”Aduh Jim maaf, aku buru-buru sekali, anak istriku menungguku saat ini di rumah. Anakku seorang gadis kecil, hari ini berulang tahun, dan aku tentu tidak boleh terlambat kan?”
“Yayaya, tolong berikan SIM-mu.”
“Maaf Jim, sekali ini saja, lagian tadi aku kan tidak melanggar lampu lalu lintas, waktu aku lewat warnanya kan masih kuning.” Kali ini dia berbohong. Kalau dirayu gak bisa, mungkin dengan sedikit berbohong keadaan akang lancar, kata-kata dalam hatinya.
“SIM-mu!”

Bob lalu mengambil dompetnya, mengeluarkan SIM dan memberikannya kepada Jim yang polisi, kambali masuk ke dalam mobil dan menutup pintu.
Jim menulis sesuatu diatas buku tilangnya dengan tetap memegang SIM Bob setelah selesai dia mendekati mobil Bob dan mengetuk-ngetuk kacanya. Untuk memberikan kertas yang tadi ditulisnya.
Bob lalu menurunkan sedikit kaca jendela mobilnya, hanya lebih kurang lima sentian. Dia pikir, dengan celah lima senti itu sudah cukup untuk memberikan surat tilang. Bob memngambil kertas yang disodorkan Jim melalui celah kaca jendela itu, lalu berlalu tanpa mengucapkan sepatah katapun. Hatinya kesal. “Percuma punya temen polisi juga, gak ada manfaatnya, gak bisa nolongin!” Gumamnya, sambil membuka kertas tilang yang diberikan Jim tadi.
Lalu ia pun melanjutkan kembali perjalannya, beberapa saat kemudian tiba-tiba dia menghentikan mobilnya, menepi kembali. Ternyata Jim tidak memberikan tilang, tetapi kertas biasa yang ditulisnya
”Bob, kami telah memperhatikan mobilmu melanggar lampu lalu lintas hampir setiap hari. Maafkan kalau tadi aku menghentikanmu. Ketahuilah, kamu pulang untuk bertemu anakmu, seorang gadis kecil yang tidak dapat aku lakukan. Beberapa tahun yang lalu anakku, seorang gadis kecil juga, telah tiada. Nyawanya telah direnggut oleh seorang pelanggar lampu lalu lintas sepertimu ketika dia menyeberang jalan di perempatan. Pengemudi itu dihukum beberapa bulan. Setelah itu dia dapat kembali berkumpul dengan anak-anaknya, sementara aku tidak bisa lagi. Sejak itu amat sulit bagiku memaafkan pengemudi yang melanggar lampu lalu lintas itu, walaupun aku telah mencobanya. Termasuk kepada pelanggar-pelanggar lampu lalulintas yang lainnya. Bob, apa yang ada dalam pikiranmu mungkin saja berbeda dengan yang ada dalam pikiran orang lain. Pikiran mengemudi akan berbeda dengan pikiran seorang ayah yang anaknya sedang menyeberang jalan. Sekali-sekali mengemudilah dengan pikiran ayah dari seorang anak yang sedang menyeberang jalan itu.”
Bob menitikkan air mata membaca surat Jim temannya itu.

About the author

Donec non enim in turpis pulvinar facilisis. Ut felis. Praesent dapibus, neque id cursus faucibus. Aenean fermentum, eget tincidunt.

1 comment:

  1. ah menyentuh sekali, gak sadar ikut titik airmata membacanya..........

    ReplyDelete

Silahkan berkomentar disini, namun mohon perhatikkan dengan baik tulisan/ postingan saya, dan harap tuliskan komentar yang memang sesuai dengan topik. Please dont be a spammer, it annoying!